Adaptif adalah Setiap
manusia tentu menginginkan agar hidupnya eksis. Untuk dapat hidup eksis
ia harus senantiasa beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungan.
Dengan penyesuaian diri ia akan mengalami perubahan-perubahan kearah
yang lebih maju (modern). Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki daya
upaya untuk dapat menyesuaikan diri, baik secara aktif maupun pasif.
Seseorang aktif melakukan penyesuaian diri bila terganggu
keseimbangannya, yaitu antara kebutuhan dan pemenuhan. Untuk itu ia akan
merespon dari tidak seimbang menjadi seimbang. Bentuk ketidakseimbangan
yang dapat muncul yaitu: bimbang/ragu, gelisah, cemas, kecewa,
frustasi, pertentangan (conflict), dsb. Penyesuaian diri seseorang
dengan lingkungannya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: jenis
kelamin, umur, motivasi, pengalam, serta kemampuan dalam mengatasi
masalah. Dua bentuk ketidakseimbangan yang perlu mendapat perhatian
yaitu Frustasi dan konflik.
Adaptif
Faktor-faktor penyebab stres, secara umum meliputi:
1. Ancaman.
Persepsi
tentang adanya ancaman membuat seseorang merasa stres, baik ancaman
fisik, sosial, finansial, maupun ancaman lainnya. Keadaan akan menjadi
buruk bila orang yang mempersepsikan tentang adanya ancaman ini merasa
bahwa dirinya tidak dapat melakukan tindakan apa pun yang akan bisa
mengurangi ancaman tersebut.
2. Ketakutan
Ancaman
bisa menimbulkan ketakutan. Ketakutan membuat orang membayangkan akan
terjadinya akibat yang tidak menyenangkan, dan hal ini membuat orang
menjadi stres.
3. Ketidakpastian
Saat
kita merasa tidak yakin tentang sesuatu, maka kita akan sulit membuat
prediksi. Akibatnya kita merasa tidak akan dapat mengendalikan situasi.
Perasaan tidak mampu mengendalikan situasi akan menimbulkan ketakutan.
Rasa takut menyebabkan kita merasa stres.
4. Disonansi kognitif
Bila
ada kesenjangan antara apa yang kita lakukan dengan apa yang kita
pikirkan, maka dikatakan bahwa kita mengalami disonansi kognitif, dan
hal ini akan dirasakan sebagai stres. Sebagai contoh, bila kita merasa
bahwa kita adalah orang yang baik, namun ternyata menyakiti hati orang
lain, maka kita akan mengalami disonansi dan merasa stres. Disonansi
kognitif juga terjadi bila kita tidak dapat menjaga komitmen. Kita yakin
bahwa diri kita jujur dan tepat janji, namun adakalanya
situasi/lingkungan tidak mendukung kita untuk jujur atau tepat janji.
Hal ini akan membuat kita merasa stres karena kita terancam dengan
sebutan tidak jujur atau tidak mampu menepati janji.
Faktor lain yang bisa menimbulkan stres adalah kehidupan sehari-hari, seperti:
a. Kematian, baik kematian pasangan, keluarga, maupun teman
b. Kesehatan: kecelakaan, sakit, kehamilan
c. Kejahatan: penganiayaan seksual, perampokan, pencurian, pencopetan.
d. Penganiayaan diri: penyalahgunaan obat, alkoholisme, melukai diri sendiri
e. Perubahan keluarga: perpisahan, perceraian, kelahiran bayi, perkawinan.
f. Masalah seksual
g. Pertentangan pendapat: dengan pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, pimpinan
h. Perubahan fisik: kurang tidur, jadual kerja baru.
i. Tempat baru: berlibur, pindah rumah
j. Keuangan: kekurangan uang, memiliki uang, menginvestasikan uang.
k. Perubahan lingkungan: di sekolah, di rumah, di tempat kerja, di kota, masuk penjara.
l. Peningkatan tanggung jawab: adanya tanggungan baru, pekerjaan baru.
Di tempat kerja, selain faktor penyebab yang bersifat umum di atas, ada 6 kelompok faktor utama penyebab stres, yaitu:
a. Tuntutan tugas
b. Pengendalian terhadap pegawai, yang berhubungan dengan bagaimana para pegawai melaksanakan pekerjaannya
c. Dukungan yang didapatkan dari rekan kerja dan pimpinan
d. Hubungan dengan rekan kerja
e. Pemahaman pegawai tentang peran dan tanggung jawab
f. Seberapa jauh instansi tempat bekerja berunding dengan pegawai baru.
Reaksi Adaptasi Terhadap Stres
Seberapa
banyak, lama, dan berat keberadaan gejala-gejala stres menggambarkan
pada tahap mana reaksi seseorang terhadap stres yang dialaminya. Menurut
Hans Selye (1974), ada 3 tahap reaksi adaptasi seseorang terhadap
stres, yaitu:
- Tahap 1: Alarm Reaction.
Gejala
muncul sebagai respons permulaan terhadap adanya stres, misalnya karena
harus menyusun Persiapan Mengajar Harian, seorang guru baru mendadak
sakit perut/mulas-mulas.
- Tahap 2: Resistance
Seseorang
yang sudah terbiasa menghadapi stres pada akhirnya akan lebih tahan
(resisten) terhadap stres. Pada tahap ini, seseorang menemukan adaptasi
yang baik terhadap situasi yang menimbulkan stres, sehingga alarm
reaction menurun. Namun adakalanya pada tahap ini timbul diseases of adaptation,
yaitu suatu keadaan dimana seolah-olah seseorang sudah beradaptasi
dengan situasi yang menimbulkan stres, padahal sebenarnya adaptasinya
tidak tepat sehingga timbul penyakit-penyakit seperti darah tinggi,
maag, eksem, dan sebagainya.
- Tahap 3: Exhaustion.
Tahap
ini adalah suatu keadaan dimana seseorang benar-benar sakit, yang
terjadi bila stres terus menerus dialami dan orang tersebut tidak dapat
mengatasinya. Pada tahap ini gejala sudah lebih berat, misalnya
seseorang menjadi benar-benar putus asa, mengalami halusinasi, delusi,
dan bahkan kematian.
Langganan:
Postingan (Atom)