Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Perubahan perilaku



A. PERUBAHAN PERILAKU INDIVIDUAL
Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku Individu.
1.      Perubahan Alamiah ( Natural Change )
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Contoh : perubahan perilaku yang disebabkan karena usia seseorang.
2.      Perubahan terencana ( Planned Change )
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.contoh  : perubahan perilaku seseorang karena tujuan tertentu atau ingin mendapatkan sesuatu yang bernilai baginya.
3.       Kesediaan untuk berubah ( Readdiness to Change )
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam organisasi, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, dan  ada sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.
Contoh : perubahan teknologi pada suatu lembaga organisasi, misal dari mesin ketik manual ke mesin komputer, biasanya orang yang usianya tua sulit untuk menerima perubahan pemakaian teknologi tersebut.
Strategi Perubahan Perilaku Individu
Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku , dikelompokkan menjadi tiga :
1.      Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan
Misal : dengan adanya peraturan-peraturan / perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat.
Strategi ini dapat berlangsung cepat akan tetapi belum tentu berlangsung lama karena perubahan perilaku terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.
2.       Pemberian informasi
Dengan memberikan informasi-informasi tentang sesuatu hal yang berkaitan  dengan hal tertentu.
3.      Diskusi partisipasi
Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua di atas yang dalam memberikan informasi-informasi tentang peraturan baru organisasi tidak bersifat searah saja tetapi dua arah.
Teori Tentang Perubahan Perilaku Individu
1. Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang.
Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni
a.         Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan.
b.      Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.
c.      Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku.
2.   Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR)
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :
a.       Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b.       Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
c.       Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
3. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :
a.       Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif.
b.       Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar.
c.       Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat.
d.      Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan “layar” dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau tindakannya.
Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu didalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.
Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
  1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang manajer sedang belajar tentang strategi bisnis. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Strategi bisnis. Begitu juga, setelah belajar Strategi bisnis dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Strategi bisnis.1.Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.
2.  Perubahan yang fungsional.Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
3.   Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
4.  Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif  berupaya melakukan perubahan. Misalnya, manajer  ingin memperoleh pengetahuan baru tentang strategi bisnis, maka manajer tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku strategi bisnis, berdiskusi dengan manajer lain tentang strategi bisnis dan sebagainya.
5.   Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, manajer belajar mengoperasikan program akuntansi, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer program akuntansi tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
6.   Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misal seorang manajer mewmpelajari strategi bisnis mempunyai tujuan jangka pendeknya untuk tahu tentang apa-apa yang akan dilakukan dalam dunia bisnis, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk ahli dalam bisnis dan mungkin untuk opromosi ke jabatan yang lebih tinggi karena telah menguasai bidang tertentu.
7.   Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya.
Cara-cara Perubahan Perilaku Individu
  1. Dengan Paksaaan. Ini bisa dengan : Mengeluarkan instruksi atau peraturan, dan ancaman huluman kalau tidak mentaati instruksi atau peraturan tersebut.
  2. Dengan memberi imbalan : lmbalan bisa berupa materi seperti uang atau barang, tetapi blsa juga imbalan yang tidak berupa materi, seperti pujian, dan sebagainya.
  3. Dengan membina hubungan baik : Kalau kita mempunyai hubungan yang baik dengan seseorang atau dalam organisasi. biasanya orang tersebut akan mengikuti anjuran kita untuk berbuat sesuatu.
  4. Dengan menanamkan kesadaran dan motivasi pada individu sehingga individu akan berubah dengan kesadaran dirinya.
  5. Dengan menunjukkan contoh-contoh pada individu dalam organisasi untuk melakukan tindakan tertentu yang diinginkan organisasi.
B. Cara Memprakarsai Perubahan
Perubahan budaya organisasi sangat dimungkinkan mengingat budaya organisasi merupakan variabel yang dinamis, di sisi lan organisasi sebagai living organism selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Kecocokan antara budaya organisasi dengan lingkungan eksternal juga merupakan salah satu pertimbangan perlu tidaknya perubahan budaya organisasi.
Merubah budaya bukanlah sesuatu hal yang mudah karena sekali budaya tersebut terkristalisasi ke dalam masing-masing anggota organisasi, maka anggota organisasi cenderung mempertahankannya tanpa memperhatikan bahwa budaya tersebut functional atau disfunctional terhadap kehidupan organisasi. Perubahan budaya bisa memakan waktu sampai 10 tahun.
John kotler, seorang pakar kepemimpinan dan manajemen perubahan, percaya bahwa perubahan organisasi khususnya akan gagal karena manajemen senior melakukan satu atau lebih kesalahan berikut ini :
a.       Kegagalan untuk menetapkan suatu rasa kegentingan mengenai kebutuhan akan perubahan seperti mencairkan organisasi dengan menciptakan alasan yang memaksa mengapa perubahan diperlukan.
b.      Kegagalan untuk menetapkan suatu koalisi yang cukup kuat untuk memberikan pedoman yang bertanggungjawab untuk memimpin dan mengelola perubahan. Deskripsinya seperti menciptakan orang-orang yang lintas fungsi dan lintas kelompok dengan kekuatan yang mencukupi untuk memimpin kelompok.
c.       Kegagalan untuk menetapkan suatu visi yang memandu proses perubahan.
d.      Kegagalan untuk mengkomunikasikan visi baru secara efektif.
e.       Kegagalan untuk menghilangkan halangan yang merintangi pencapaian visi baru.
f.       Kegagalan untuk secara sistematis merencanakan dan menciptakan kemenangan jangka pendek. Kemenangan jangka pendek mencerminkan pencapaian dari hasil atau tujuan penting.
g.      Terlalu cepat mengumumkan kemenangan. Hal ini dapat menggelincirkan perubahan jangka panjang pada infrastruktur yang sering diperlukan untuk mencapai suatu visi.
h.      Kegagalan untuk menjangkarkan perubahan pada budaya organisasi. Hal ini diperlukan waktu bertahun – tahun untuk tertanam dalam budaya organisasi.
kotler merekomendasikan bahwa organisasi sebaiknya mengikuti delapan langkah yang saling berurutan untuk mengatasi masalah -masalah yang berasal dari tekanan kekuatan internal maupun kekuatan eksternal.
Langkah–langkah untuk memprakarsai perubahan organisasi menurut kotler adalah sebagai berikut :
a.       Menetapkan rasa kegentingan, yakni mencairkan organisasi dengan menciptakan alasan yang memaksa mengapa perubahan diperlukan.
b.      Menciptakan koalisi yang memberikan pedoman, yakni dengan menciptakan orang -orang yang lintas fungsi dan lintas kelompok dengan kekuatan yang mencukupi untuk memimpin perubahan.
c.       Mengembangkan suatu visi dan strategi, yakni menciptakan visi dan rencana strategis untuk memandu proses perubahan.
d.      Membentuk dan mengimplementasikan strategi komunikasi yang secara konsisten mengkomunikasikan visi dan rencana strategi baru.
e.       Memberdayakan tindakan yang berbasis luas, dengan menghilangkan halangan terhadap perubahan dan menggunakan elemen– elemen target dari perubahan untuk mentransformasikan organisasi. Mendorong sikap yang berani mengambil resiko dan penyelesaian masalah yang kreatif.
f.       Menghasilkan kemenangan jangka pendek, yakni merencanakan untuk menciptakan kemenangan atau perbaikan jangka pendek, mengakui dan menghargai karyawan yang memberikan kontribusi terhadap kemenangan.
g.      Mengonsolidasikan keuntungan dan menghasilkan lebih banyak perubahan. Deskripsinya yakni koalisi yang memandu menggunakan kredibilitas dari kemenangan jangka pendek untuk menciptakan lebih banyak perubahan. Tambahan karyawan dilibatkan pada proses perubahan ketika perubahan mengalir ke seluruh organisasi. Usaha ini dibuat untuk menyegarkan kembali proses perubahan.
h.      Menancapkan pendekatan baru ke dalam budaya, dengan cara memperkuat perubahan dengan menggarisbawahi hubungan antara perilaku dan proses baru dengan keberhasilan organisasi. Mengembangkan metode-metode untuk memastikan pengembangan dan suksesi kepemimpinan.
Tahap-tahap proses perubahan
Proses perubahan meliputi enam tahapan :
1.      Tekanan dan desakan. Proses mulai ketika manajemen puncak mulai merasa adanya kebutuhan atau tekanan akan perubahan, biasanya disebabkan berbagai masalah yang berarti, seperti penurunan pejualan atau penurunan laba secara tajam.
2.      Intervensi dan reorientasi. Konsultan atau pengantar perubahan dari luar sering digunakan untuk merumuskan masalah dan memulai proses dengan membuat para organisasi untuk memusatkan perhatiannya pada masalah tersebut.
3.      Diagnosa dan pengenalan masalah. Informasi dikumpulkan dan dianalisa oleh pengantar perubahan dan manajemen.
4.      Penemuan dan komitmen pada penyelesaian. Pengantar perubahan hendaknya merangsang pemikiran dan mencoba untuk menghindari penggunaan metode-metode lama yang sama. Penyelesaian-penyelesaian diketemukan melalui pengembangan secara kreatif, alternatif – alternatif baru dan masuk akal.
5.      Percobaan dan pencarian hasil-hasil. Penyelesaian-penyelesaian pada tahap empat biasanya diuji dalam program-program percobaan berkala dan hasil-hasilnya dianalisis.
6.       Penguatan dan penerimaan. Bila serangkaian kekuatan telah diuji dan sesuai keinginan, harus diterima secara sukarela. Pelaksanaan kegiatan yang telah diterima harus menjadi sumber penguatan dan menimbulkan keterikatan terhadap perubahan
Lebih lanjut ditambahkan dalam melakukan audit budaya ada beberapa faktor dimensi perubahan yang perlu mendapat perhatian, diantaranya (Paul Bate) :
1.      Dimensi structural (budaya yang akan dirubah)
Sebelum melakukan perubahan budaya, pertama-tama harus dilakukan terlebih dahulu diagnosis terhadap budaya yang akan dirubah. Tujuannya selain mengetahui budaya yang ada juga agar pelaku perubahan bisa belajar tentang pola pikir organisasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya sebab budaya bukanlah sebuah obyek tetapi sebuah perspektif.
2.      Dimensi ruang dan waktu (asal muasal terbentuknya budaya dan perjalannya sepanjang waktu)
Kita berusaha melacak kembali bagaimana budaya yang sekarang berkembang dalam sebuah budaya organisasi. Tujuannya adalah agar dalam perubahan budaya kita tidak membuat kesalahan yang sama di masa datang.
3.      Dimensi proses perubahan (posisi budaya dalam siklus kehidupan budaya)
Bisa dikatakan bahwa budaya terus menerus mengalami perubahan karena sifatnya yang dinamis. Jadi memahami posisi budaya pada siklus ini sangat penting artinya ketika kita memutuskan untuk merubah budaya.
4.      Dimensi kontekstual (situasi lingkungan dimana budaya berada didalamnya)
Dalam dimensi ini kita berupaya untuk memahami kemungkinan terjadinya cultural lag untuk menindak lanjuti perlu tidaknya perubahan.
5.      Dimensi subyektif (tujuan tterlibatnya orang per orang dalam perubahan)
Kita perlu memahami sejauh mana mereka (orang-orang dalam oraganisasi) terlibat dalam perubahan.
Paul Bate mengatakan bahwa untuk menilai efektivitas perubahan budaya, kita juga perlu menentukan  parameternya, yaitu :
1.      Daya ekspresi, yakni kemampuan untuk menyampaikan ide-ide baru. Parameter ini untuk mengetahui sejauh mana pihak-pihak terkait bisa terpengaruh oleh perubahan.
2.      Daya komonalitas, yakni kemampuan untuk membentuk satu set nilai. Parameter ini untuk mengukur sejauh mana perubahan tersebut bisa membentuk nilai-nilai baru.
3.      Daya penetrasi, kemampuan untuk menembus berbagai level organisasi. Parameter ini untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tersebut menembus berbagai level organisasi.
4.      Daya adaptif, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. Parameter ini utnuk mengetahui bagaimana proses perubahan tersebut berlangsung.
5.      Daya tahan, kemampuan menciptakan perubahan yang hasilnya bisa bertahan lama. Parameter ini untuk mengetahui sruktur perubahannya.


RESISTENSI TERHADAP PERUBAHAN BUDAYA
Perubahan budaya akan mengakibatkan perubahan kebiasaan, tradisi, mindset yang selama ini menjadi pedoman dalam cara berpikir dan bertindak.tidak jarang usaha perubahan budaya organisasi ditanggapi dengan resistensi karyawan.
Seperti yang dikatakan oleh Deal dan Kennedy perubahan budaya organisasi bukan hanya menyebabkan ketakutan karyawan berlebih tetapi juga hal-hal yang sejenis seperti :
1.      Culture of denial (pengingkaran)
Perubahan budaya sering menjadi penyebab terjadinya kemarahan para karyawan yang diikuti pengingkaran terhadap perusahaan.
2.      Culture of fear (katakutan)
Para eksekutive melakukan perubahan baik dalam bentuk downsizing, rightsizing, reorganization, restructuring ataupun reengineering yang akan berdampak pada perubahan budaya, boleh jadi bagi eksekutive perubahan tersebut berakibat baik bagi perusahaan, di sisi lain perubahaan ini dapat menimbulkan kekhawatiran  yang berlebih bagi karyawan.
3.      Culture of cynism (sinisme)
Perubahan budaya sering tidak memperoleh dukungan karyawan. Sebaliknya mereka menunjukkan sikap sinisme.
4.      Culture of self-interest (mementingkan diri sendiri)
Perubahan terhadap sikap karyawan yang tadinya loyal terhadap perusahaan beralih menjadi sekedar mementingkan diri sendiri.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar